ANOMALI JEPANG: MEMILIKI MOBIL ADALAH CIRI KHAS ORANG KAMPUNG.
"Jika ada orang Jepang mengatakan bahwa
dirinya memiliki dua mobil, sudah bisa dipastikan dia adalah petani."
Hanya orang-orang kota yang iseng dan tidak keberatan dengan sewa parkir
selangit, yang memiliki kendaraan roda empat. Itu pun jarang digunakan.
Dia juga harus rela melihat mobilnya berdebu, karena berbulan-bulan
tidak dipakai dan nyaris tidak ada tempat pencucian. Kalaupun
dipakai
sesekali hanya untuk keluar kota. Sekali lagi ini menegaskan,
bahwa hanya orang-orang yang hidup di kampung yang perlu mobil.
Jika berbicara masalah tinggal di kota atau kampung dalam konteks
Jepang, sama sekali tidak ada kaitannya dengan kualitas hidup,
pendidikan atau kemakmuran. Jalan kaki dan sepeda adalah kendaraan orang
kota. Sepeda-sepeda di parkir di lahan yang dibawahnya adalah stasiun.
Semua hunian di Jepang mempunyai standar yang sama, yaitu anti gempa dan
dapat menjangkau stasiun terdekat dengan jalan kaki atau sepeda.
Jumlah penduduk Tokyo Raya (Greater Tokyo) termasuk kawasan
penyangganya seperti Chiba dan Saitama, sekitar 30 juta orang atau
tergolong paling padat di dunia. Namun penduduk Tokyo tidak pernah
merasakan sesak dan bising seperti di halnya di Jakarta.
Kenapa? Karena mereka tinggal tersebar, dan melakukan perjalanan pergi dan pulang dari tempat bekerja dengan kereta api.
Jaringan kereta api di Tokyo adalah yang paling intensif di seluruh
dunia. Kereta api menjangkau setiap sudut kota. Jadwal keberangkatan dan
kedatangan nyaris tidak pernah meleset, bahkan dalam hitungan detik
sekali pun.
Pengguna kereta api tidak mengobrol, mereka membaca
buku. Berbicara menggunakan telepon seluler di hadapan orang lain,
adalah perbuatan yang tergolong sangat tidak sopan.
Para
pekerja tidak mempunyai masalah jarak antara tempat tinggal dan kantor.
Mereka bisa memilih untuk tinggal dimana saja, karena biaya transportasi
diganti kantor. Pemerintah menjalankan strategi sedemikian rupa
sehingga semua diarahkan menggunakan kereta api dan bukan bus kota
apalagi kendaraan pribadi.
Perlu dicatat bahwa strategi itu
didesain secara detail oleh universitas setempat dan pemerintah hanya
tinggal mengimplementasikan. Sebuah cara yang sederhana namun
perlu manusia berkualitas untuk mewujudkannya.
Orang-orang yang tinggal di kampung terutama petani, tentu saja perlu
kendaraan roda empat, karena mereka petani maka perlu membawa logistik
untuk keperluan bertanam. Mereka menggunakan kendaraan bak terbuka.
Untuk kepentingan pribadi yang bersifat sosial, biasanya mereka
menggunakan mobil yang lebih bersih.
Saya yang tidak mengalami
invasi Jepang menjelang Perang Dunia Kedua, mau tidak mau harus mengakui
kehebatan kolonialisme era modern ini. Jepang berhasil menginvasi
Indonesia, dengan menciptakan kondisi yang bertolak belakang dengan
negaranya.
Industri otomotif Jepang secara brilian melancarkan strategi tepat
terhadap pangsa pasar yang luar biasa besar, namun memiliki keterbatasan
intelektual.
Ngomong-ngomong , saya bisa membayangkan wajah
keheranan seorang petani lobak di Gifu, bila tahu kalau kendaraan
SUV-nya itu jika di Indonesia diposisikan sebagai simbol status
eksekutif sukses yang penuh gaya.
0 komentar:
Posting Komentar