Skinpress Rss

Kamis, 07 Maret 2013

Sokushinbutsu (Tradisi Mumifikasi ala Jepang)

0


Ini dia Muminya
Yosh, minasan, tau Sokushinbutsu gak? itu loh, mengenai mumifikasi para biarawan di Jepang mada masa lalu ^^
Hm, yang uniknya nih, mereka memumifikasidiri mereka sendiri loh! OwO
Penasaran?
Yup, langsung dibaca ini dia Sokushinbutsu!
Yonde kudasaaaaai! ^O^

==========================================

<| Sokushinbutsu (Tradisi Mumifikasi ala Jepang)|>


Ini dia salah satu budaya unik, fakta unik sekaligus misteri manusia dari Jepang. Tersebar di bagian utara Jepang, terdapat dua lusin mumi biarawan Jepang dikenal sebagai Sokushinbutsu. Pengikut Shugendo, bentuk kuno agama Buddha, para biarawan mati dan mengawetkan diri seindiri dalam usaha penyangkalan diri dan memperoleh kedudukan mulia di surga. (OwO)


Praktek ini pertama dipelopori oleh seorang pastor bernama Kuukai lebih dari 1000 tahun yang lalu di kompleks candi gunung Koya di Prefektur Wakayama. Nah, Kuukai sendiri adalah pendiri dari sekte Shingon Buddhisme, yaitu sekte yang datang dengan ide pencerahan melalui hukuman fisik. Ada tiga langkah dalam proses mumifikasi itu dan proses lengkap mengambil sepuluh tahun ke atas menyebabkan mumifikasi sukses.

Berikut Jundi jelasin:


1). Langkah pertama adalah perubahan diet. Biarawan hanya diijinkan untuk makan kacang-kacangan dan biji di hutan sekitarnya yang ditemukan di kuil sejarah, diet ini harus ketat untuk jangka waktu 1000 hari atau 3 tahun. Selama waktu ini, mereka menjalani sendiri segala macam kesulitan fisik dalam pelatihan hariannya. Hasilnya adalah lemak tubuh imam akan terkuras habis, sehingga tubuh akan terurai dengan mudah setelah kematian. (serem, pake nyiksa diri sendiri gitu yah :v)


2). Dalam tahap kedua, diet lebih dibatasi lagi. Sang Biarawan diizinkan untuk hanya makan sejumlah kecil kulit dan akar dari pohon pinus yang telah dikeraskan selama 1000 hari sebelumnya, pada akhir tahap ini imam tampak seperti kerangka hidup. Penurunan overall ini juga termasuk dalam kelembaban tubuh, dan cairan berkurang di dalam tubuh, sehingga tubuh lebih mudah untuk diawetkan. :3



3). Menjalani bagian akhir 1000 ini si Biarawan juga harus mulai minum teh khusus yang dibuat dari getah pohon Urushi. Getah ini digunakan untuk membuat pernis untuk mangkuk dan mebel. Teh ini sangat beracun bagi kebanyakan orang. Minum teh ini menyebabkan imam muntah, berkeringat, dan buang air kecil, sehingga lebih mengurangi isi cairan tubuh.


4). Langkah terakhir dari proses tersebut, biarawan akan ditempatkan hidup-hidup di ruang batu yang cukup besar bagi seorang pria untuk duduk dengan gaya teratai di untuk jangka waktu 1000 hari terakhir. Selama proses ini dibuat tabung saluran udara kedalam gua batu dan sang biarawan setiap hari membunyikan bel pertanda masih hidup*klinting-klinting*, dan ketika bel akhirnya berhenti berbunyi, tabung udara dikeluarkan dan makam ditutup. Ketika makam akhirnya terbuka hasilnya akan diketahui, dan mereka SUDAH MENJADI MUMI.

Sebenernya nih ya Sahabat JFA, pemerintah Jepang sendiri pun telah melarang Sokushunbutsu di akhir abad 19, meskipun demikian praktek ini terus bertahan hingga abad 20.

Sumber: Ingatan ane XDD
=========================================

Okey, apa komentar kalian? Ada yang mau niru mungkin? O//////O

Rabu, 06 Maret 2013

Teru-Teru Bozu

0

Teru-Teru Bozu
♪ Teru-teru-bouzu, teru bouzu
buat besok hari yang cerah
Seperti langit dalam mimpi
Jika besok cuacanya cerah, aku akan memberikanmu lonceng emas ♪
Teru-teru-bouzu, teru bouzu
buat besok hari yang cerah.♪
Jika kau membuat keinginanku terwujud
Kita akan banyak minum sake yang manis.♪
Teru-teru-bouzu, teru bouzu
buatlah esok menjadi hari yang cerah.♪
♫ Tetapi jika cuaca mendung (berawan) dan hujan
Lalu aku akan memotong putus kepalamu. ♪♫

Lagu TERU-TERU-BOUZU ini ditulis oleh Kyoson Asahara dan disusun oleh Shinpei Nakayama, dirilis pada 1921. cuma yang Jundi tulis disini diterjemahkan ke dalam Bhs.Indonesia yaa ;). Seperti banyak sajak kanak-kanak, lagu ini dikabarkan memiliki sejarah yang lebih gelap daripada yang pertama kali muncul. Ini diduga berasal dari sebuah kisah tentang seorang biksu (pendeta terkenal) yang berjanji petani dan sudah berdo'a untuk menghentikan hujan dan membawa cuaca cerah selama periode berkepanjangan hujan yang merusak tanaman (Pada zaman itu, hujan yang lebat terus menerus turun dan cuaca tak kunjung menjadi cerah).

Ketika biarawan gagal untuk membawa sinar matahari, ia dihukum mati (kepalanya kemudian dipancung). Namun, begitu kepala si pendeta itu digantung, cuaca langsung menjadi cerah. Percaya cerita ini dan lain-lain mengenai asal-usul Teru Teru bouzu mungkin berasal dari tradisi lama setelah menjadi luas, kemungkinan besar dalam upaya untuk memperbaiki Citra boneka. Hal ini lebih mungkin bahwa "bōzu" dalam nama tidak menunjuk rahib Buddha yang sebenarnya, tetapi bulat, botak rahib-seperti kepala boneka, dan "Teru Teru" bercanda merujuk pada efek cahaya matahari terpantul sebuah botak. Itulah kebenaran di balik lagu itu sesuai dengan informasi yang Jundi peroleh!!!! (^^)

Selasa, 05 Maret 2013

Tanbo Art, Seni ‘Melukis’ Sawah Oleh Petani Jepang

0


Tanbo art adalah sebuah seni unik ‘melukis’ di atas sebidang sawah. Tentunya bukan menggunakan cat seperti pelukis sebenarnya, namun para petani di Jepang menggunakan beberapa jenis padi dengan warna-warna yang berbeda untuk menghasilkan sebuah karya seperti yang diinginkan, yang merupakan sebuah gambar raksasa di lahan pertanian mereka.


Tanbo art pertama kali muncul pada tahun 1993 silam saat masyarakat desa Inakadate di Prefektur Aomori, yang terletak 600 mil dari Tokyo, tengah mencari cara untuk merevitalisasi desa mereka. Eksplorasi arkeologi menyadarkan mereka bahwa padi telah ditanam di daerah mereka sejak 2.000 tahun silam. Untuk menghormati sejarah desa mereka ini, masyarakat Inakadate mulai menanam padi di area belakang balai desa, dan Tanbo art pun lahir. Dengan padi sebagai kanvasnya, penduduk desa mulai membudidayakan dan menggunakan empat varian padi yang berbeda untuk menciptakan gambar raksasa di lahan pertanian mereka. Supaya orang-orang dapat melihat hasil karya jadi mereka secara utuh, maka dibangunlah sebuah menara setinggi 22 meter di dekat kantor desa tersebut.

Setiap bulan April, para petani berkumpul untuk memutuskan apa yang akan mereka tanam tahun itu, termasuk gambar apa yang akan mereka buat kali ini. Setelah diputuskan, mereka akan memulai proses penciptaan gambar dengan menggunakan komputer, sebelum mulai menanam padi di sawah. Pada awalnya, mereka hanya menggambar lukisan Gunung Iwaki yang sederhana selama beberapa tahun, dan baru setelahnya mereka mulai menggambar pola lukisan yang lebih rumit.

Karena Tanbo art berpotensi menjadi sebuah lahan wisata, maka lambat laun banyak daerah lain di Jepang yang meniru ide kreatif penduduk desa Inakadate ini. Tanbo art pun kini telah menyebar di banyak daerah di Jepang, seperti di Yonezawa di Prefektur Yamagata, yang telah beberapa waktu terakhir ini menciptakan Tanbo art mereka sendiri.

Jadi untuk kita yang suatu saat melihat foto gambar sawah dengan bermacam lukisan indah di atasnya, ingatlah bahwa itu bukan crop circle seperti yang sering dikatakan diciptakan oleh alien yang berkunjung ke bumi, namun merupakan hasil kreativitas seni para petani di Jepang.



dikutip dari: Japanese Station dan Japanesse For All